Indonesia  : Antara Salah Kelola & Pengkhianatan Terhadap UUD 1945

Ahad, 15 Juni 2025 - 21:49:03 WIB

Abdul Murat, S.IP / ABM TRUST

Oleh: Abdul Murat, S.IP / ABM TRUST

Riausindo, -Indonesia adalah negeri yang kaya raya akan sumber daya alam. Namun ironisnya, Indonesia belum termasuk negara maju, baik dari sisi kualitas sumber daya manusia maupun tingkat kesejahteraan sosial-ekonominya. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Pertanyaan tersebut menjadi relevan jika kita membandingkan Indonesia dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, China, Arab Saudi, dan negara-negara lainnya yang justru memiliki sumber daya alam yang relatif lebih terbatas dibanding Indonesia.

Jika merujuk pada kelimpahan sumber daya alam dan jumlah penduduknya, semestinya Indonesia masuk ke dalam jajaran lima besar negara maju di dunia, sejajar dengan Amerika Serikat, China, Jepang, Arab Saudi, dan (dahulu) Uni Soviet.

Namun kenyataannya, Indonesia belum mencapai posisi tersebut. Apa yang menjadi penyebab utamanya?

Jawabannya adalah: Indonesia terjebak antara salah kelola dan pengkhianatan terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

UUD 1945 yang memuat Pancasila bukan hanya sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, melainkan juga merupakan konsensus bersama bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. UUD 1945 dan Pancasila lahir dari semangat kolektif seluruh anak bangsa untuk mencapai cita-cita kemerdekaan: kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu bagian penting dalam UUD 1945 yang menjadi acuan untuk melihat realita Indonesia saat ini adalah BAB XIV tentang Kesejahteraan Sosial, khususnya Pasal 33, yang berbunyi:

Ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ayat ini dengan tegas menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia harus dibangun atas dasar kebersamaan, bukan atas dasar keluarga, kroni, atau kepentingan politik segelintir orang.

Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Artinya, segala hal yang menyangkut kebutuhan hidup rakyat tidak boleh dibiarkan begitu saja. Negara harus hadir dan bertanggung jawab atas pengelolaannya.

Ayat 3: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Di sinilah tampak dengan jelas bahwa pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada rakyat—baik karena salah kelola maupun karena kesengajaan—adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Praktik ini kerap dilakukan oleh para koruptor, pengusaha rakus, dan kroni-kroninya yang hanya mementingkan keuntungan pribadi.

Hari ini kita menyaksikan bagaimana sumber daya alam dikelola oleh pihak swasta yang hanya membayar pajak. Padahal, jika merujuk pada ayat 3, pengelolaan tersebut tidak cukup hanya dengan sistem perpajakan. Pola yang seharusnya digunakan adalah bagi hasil, karena UUD 1945 menegaskan bahwa kekayaan negara harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk memperkaya investor atau pemilik modal asing.

Fakta bahwa sekitar 70-80% pendapatan negara berasal dari pajak adalah bukti nyata bahwa pengelolaan kekayaan alam belum sesuai dengan amanat konstitusi. Berdasarkan catatan DPR RI, sekitar 73% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari pajak.

Lalu, kemana hasil dari kekayaan alam yang telah dikeruk selama ini—emas, minyak, gas, nikel, hutan, dan lain sebagainya?

Jika tata kelola sumber daya alam Indonesia tetap seperti sekarang, maka mimpi tentang Indonesia Emas dan Indonesia yang maju hanya akan menjadi slogan kosong di meja makan, tanpa makna dan tanpa arah. ***